Rabu, 28 November 2012

Daftar Pemenang Enviro Award KESDM 2012


Penghargaan
Mineral
Batubara
Aditama
PT Newmont Nusa Tenggara (Tropi)
PT Adaro Indonesia (Tropi)


PT Kaltim Prima Coal


PT Kideco Jaya Agung
Utama
PT Antam (Persero), Tbk
UBPN Sulawesi Tenggara
PT Berau Coal

PT Vale Indonesia-Sorowako
PT Bukit Asam (Persero), Tbk - UP Tanjung Enim

PT Antam (Persero), Tbk
UBPE Pongkor


PT Sebuku Iron Lateritic Ores

Pratama
PT Cibaliung Sumberdaya
PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin

PT Nusa Halmahera Minerals
PT Indominco Mandiri


PT Arutmin Indonesia Tambang Satui


PT Gunungbayan Pratamacoal Blok II


PT Marunda Grahamineral


PT Kitadin Site Embalut


PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin


PT Riau Baraharum


PT Bahari Cakrawala Sebuku


PT Firman Ketaun Perkasa


PT Insani Bara Perkasa


PT Singlurus Pratama


PT Jorong Barutama Greston


PT Jembayan Muarabara


PT Santan Batubara

Senin, 26 November 2012

Kamis, 22 November 2012

Kementerian ESDM: Pemerintah Pusat Tetap Berwenang Tentukan Wilayah Pertambangan

Jakarta - Pemerintah kembali kalah di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan uji materil produk undang-undangnya.

Kali ini MK mengabulkan sebagian gugatan uji materil atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) yang diajukan Bupati Kutai Timur Isran Noor.

Walaupun gugatan Isran dikabulkan sebagian oleh MK, menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, putusan MK tersebut tidak mengurangi kewenangan pemerintah pusat terhadap penentuan Wilayah Pertambangan (WP), Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

"Hasil putusan MK atas pengajuan Yudicial Riview (Uji Materil) Undang-Undang Minerba oleh Bupati Kutai Timur hasilnya "dikabulkan sebagian"," kata Thamrin dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis (22/11/2012).

Menurut Thamrin, keputusan MK itu pada hakekatnya Pemerintah (pusat) tetap berwenang menetapkan WP, WUP, WIUP dimana sebelum diputuskan MK penentuan WP cs "Setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah"," ujar Thamrin.

Ditegaskan Thamrin, artinya putusan MK tersebut bahwa penetapan pemerintah atas Wilayah Pertambangan atau WP cs adalah setelah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. "Dengan demikian tidak mengurangi kewenangan Pusat," ucapnya.

Untuk itu kata Thamrin, sebagai tindak lanjut Keputusan MK tersebut, dalam waktu dekat pemerintah pusat akan menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk penetapan Wilayah Pertambangan tersebut.

"Tindak lanjut Keputusan MK tersebut, dalam waktu dekat kami akan menyusun SOP untuk penetapan Wilayah Pertambangan tersebut," tandas Thamrin.

Seperti diketahui institusi (MK) memutuskan bahwa penetapan wilayah pertambangan boleh dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal ini untuk memberikan otonomi daerah yang seluas-luasnya kepada Pemda.

Putusan ini menganulir pasal pasal 6 ayat 1E pasal 9 ayat 2 pasal 14 ayat 1 dan 2 dan pasal 17 UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

"Mengabulkan untuk sebagian, pasal 6 ayat 1e, pasal 9 ayat 2, pasal 14 ayat 1, pasal 17 UU no 4 tentang minerba adalah bertentangan dengan UUD 1945," putus ketua majelis Mahfud MD, dalam sidang putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (22/11/2012).

Mahkamah berpendapat untuk menentukan daerah petambangan maka harus diberikan otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah. Adapun pasal 1 angka 29, dan pasal 171 ayat 1 UU Minerba, tidak bisa dikabulkan majelis persidangan.

"Menurut MK untuk menentukan pembagian urusan pemerintahan yang bersifat fakultatif haruslah berdasarkan pada semangat konstitusi otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah," kata hakim konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan pertimbangannya.



(rrd/hen)

Senin, 19 November 2012

KESDM Rencana Revisi Permen ESDM No.7/2012 Rabu, 14 November 2012 Ditulis oleh Sunandar PS - PME Indonesia

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) rencana mengajukan keberatan atas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pengajuan judicial review beberapa pasal dalam Permen ESDM No.7 Tahun 2012 yang telah diajukan oleh Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) dan Asosiasi Pemerintah Kebupaten Seluruh Indonesia (APKASI). Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite mengatakan, pada 12 April 2012 ANI dan APKASI telah mengajukan judicial review ke MA RI dengan register 9 P/HUM/2012 dan nomor register 10 P/HUM/2012 di antaranya, Pasal 8 ayat 2, 3 dan 4; Pasal 9 ayat 3; Pasal 10 ayat 1 dan 2; Pasal 16 ayat 1, 2, 3, 4 dan 5; Pasal 19; Pasal 20 ayat 1 dan 2; Pasal 21; Pasal 22 ayat 1, 2, dan 3; serta Pasal 23 ayat 2 dan 3. Lalu, pada September 2012, ANI, APKASI dan KADIN mengklain MA RI telah memutuskan dan mengabulkan sebagian permohonan judicial review dengan membatalkan pasal-pasal dalam Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012 yaitu terkait kewenangan (Pasal 8 ayat 3, Pasal ayat 3, Pasal 10 ayat 1 dan terkait larangan ekspor (Pasal 21). Klaim tersebut salah satunya diungkapkan pada sambutan Ketua ANI pada acara Forum Dialog Bisnis "Pengaturan Ekspor Produk Pertambangan Pasca Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia" tanggal 5 November 2012 di Balai Kartini". "Sampai hari ini (13/11) Kementerian ESDM sebagai pihak "termohon" belum mendapatkan salinan Putusan MA dimaksud. Kalau kami sudah mendapatkan salinan putusan MA, kami segera akan mengajukan surat keberatan kepada MA," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (13/11) malam. Apabila putusan MA telah diterima oleh Kementerian ESDM, lanjut Thamrin, maka Menteri ESDM akan segera menyampaikan surat keberatan kepada Mahkamah Agung terhadap putusan dimaksud, karena putusan tersebut bertentangan dengan Pasal 55 UU 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan, "Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi". Saat ini UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sedang dalam proses uji materi di MK. "Kementerian ESDM sedang menyusun Peraturan Menteri baru sebagai pengganti atau revisi Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012 dan tetap konsisten dengan kebijakan pengendalian penjualan bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri," tandasnya.

Pemerintah siapkan revisi Permen ESDM 7/2012

Jakarta (ANTARA news) - Selasa, 13 November 2012 21:17 WIB, Pemerintah tengah menyiapkan revisi Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral pascapembatalan sebagian pasalnya oleh Mahkamah Agung. Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai rapat koordinasi terbatas di Jakarta, Selasa mengatakan, pemerintah konsisten melaksanakan industri hilirisasi mineral logam. "Sampai saat ini, kami belum terima putusan MA. Tapi, terlepas itu, kami akan sempurnakan permen agar tetap konsisten melaksanakan hilirisasi mineral logam," katanya. Menurut dia, pascapembatalan sebagian pasal Permen ESDM 7/2012, kegiatan ekspor mineral tetap berjalan seperti biasa dengan pengetatan berupa pengenaan bea keluar dan kewajiban "clear and clean". Namun, setelah 2014, pemerintah akan mengenakan larangan ekspor sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sementara, Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, Permen 7/2012 tetap berlaku, karena selain pemerintah belum terima petikan putusannya. UU tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan selama UU tengah dalam proses uji materi, maka aturan dibawahnya tidak boleh diujimaterikan juga. Selain Hatta dan Jero, hadir dalam rapat Menperin, MS Hidayat, Wamenkeu, Mahendra Siregar, dan Wamendag, Bayu Krisnamurthi. Permen ESDM 7/2012 merupakan turunan UU 4/2009 yang mengamanatkan pelarangan ekspor tambang mentah mulai 2014. Melalui permen tersebut diharapkan perusahaan tambang membangun "smelter" mulai 2012, sehingga pada 2014 sudah beroperasi.Namun, perusahaan tambang menentang permen tersebut karena dianggap dapat menimbulkan kerugian hingga triliun rupiah. Aturan tersebut juga ditentang perusahaan-perusahaan di Jepang yang menerima hasil ekspor tambang mentah tersebut.