Sabtu, 07 Juni 2014

NILAI WAKTU TERHADAP UANG

NILAI WAKTU TERHADAP UANG

I.                   Definisi Nilai Waktu Terhadap Uang
Nilai waktu terhadap uang adalah nilai uang dari beberapa waktu yang berbeda, yakni antara nilai uang dimasa depan atau nilai uang saat ini. Konsep nilai waktu uang di perlukan oleh manajer keuangan dalam mengambil keputusan ketika akan melakukan investasi pada suatu aktiva dan pengambilan keputusan ketika akan menentukan sumber dana pinjaman yang akan di pilih. Suatu jumlah uang tertentu yang di terima waktu yang akan datang jika di nilai sekarang maka jumlah uang tersebut harus di diskon dengan tingkat bunga tertentu (discountfactor). Tentunya hal ini akan sangat membantu kita dalam perencanaan-perencanaan dimasa mendatang. Banyak hal yang dapat kita perhitungkan menggunakan rumus-rumus dari perhitungan present value, future value, present anuity dan future anuity seperti merencanakan tabungan pendidikan untuk anak-anak dan tabungan masa depan.
Konsep nilai waktu dari uang adalah bahwa setiap individu berpendapat bahwa nilai uang saat ini lebih berharga daripada nanti. Sejumlah uang yang akan diterima dari hasil investasi pada akhir tahun, kalau kita memperhatikan nilai waktu uang, maka nilainya akan lebih rendah pada akhir tahun depan. Jika kita tidak memperhatikan nilai waktu dari uang, maka uang yang akan kita terima pada akhir tahun depan adalah sama nilainya yang kita miliki sekarang.
Istilah yang digunakan :    Pv     =  Present Value (Nilai Sekarang)
Fv     =  Future Value (Nilai yang akan datang)
I        =  Bunga (i = interest/suku bunga)
n        =  Tahun ke-
An     =  Anuity
SI      =  Simple interest dalam rupiah
P0     =  Pokok/jumlah uang yg dipinjam/dipinjamkan pada periode                   waktu
            Dari pengertian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa bahasan pokok yang harus kita mengerti sebelumnya untuk mengetahui materi lebih dalam lagi diantaranya Present Value, Future Value, Anuitas dan yang tidak kalah pentingnya adalah bunga yang digunakan dalam penentuan perhitungannya.
II.                Bunga
            Adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dari uang pinjaman tersebut apabila diinvestasikan atau sejumlah uang yang dibayarkan atau dihasilkan sebagai kompensasi terhadap apa yang dapat diperoleh dari penggunaan uang. Ada dua jenis bunga yang umum dan juga digunakan dalam perhitungan present ataupun future value yakni  Bunga tunggal, Bunga majemuk.
            Bunga Sederhana (simple interest) adalah bunga yang dibayarkan/dihasilkan hanya dari jumlah uang mula-mula atau pokok pinjaman yang dipinjamkan atau dipinjam atau bunga yang dibayar satu kali dalam setahun.
Rumus : SI = P0(i)(n)
           
Bunga majemuk atau (compound interest) adalah bunga yg dibayarkan/dihasilkan dari bunga yg dihasilkan sebelumnya, sama seperti pokok yang dipinjam/dipinjamkan atau bunga dibayar lebih dari 1 kali.
III.             Future Value
             Digunakan untuk menghitung nilai investasi yang akan datang apabila uang tersebut diberikan sekarang berdasarkan tingkat suku bunga dan angsuran yang tetap selama periode tertentu kemudian definisi lain dari future value adalah nilai uang yang akan datang dari satu jumlah uang atau suatu seri pembayaran pada waktu sekarang, yang dievaluasi dengan suatu tingkat bunga tertentu.
a.         Perhitungan Future Value Dengan Bunga Tunggal
            Kita dapat menggunakan rumus di bawah ini :
FV = PV (1 + i)n    keterangan :           FV = nilai future value
                                                             PV = nilai saat ini
                                                             i      = bunga
                                                             n     = jangka waktu
b.        Perhitungan Future Value Dengan Bunga Majemuk
Kita dapat menggunakan rumus di bawah ini :
FV = PV (1 + i / m)m x n         Keterangan:     FV = nilai future value
PV = nilai saat ini
i     = bunga
n    = jangka waktu
m   = periode yang dimajemukkan
IV.             Present Value
            Digunakan untuk mengetahui nilai investasi sekarang dari suatu nilai dimasa datang ataupun lebih sederhananya lagi menghitung nilai tunai sekarang dari sejumlah uang yang akan diterima dalam suatu periode di masa yang akan datang.
a.         Perhitungan Present Value Dengan Bunga Tunggal
            Kita dapat menggunakan rumus di bawah ini :
PV = FV / (1 + i)n                   Keterangan:     PV = nilai saat ini
FV = nilai future value
i     = bunga
n    = jangka waktu
b.        Perhitungan Present Value Dengan Bunga Majemuk
            PV = FV / (1 + i/m)m x n         Keterangan:     FV = nilai future value
PV = nilai saat ini
i     = bunga
n    = jangka waktu
m   = periode yang dimajemukkan
V.                Anuitas
Anuitas adalah suatu rangkaian penerimaan atau pembayaran tetap yang dilakukan secara berkala pada jangka waktu tertentu. Selain itu anuitas juga diartikan sebagai kontrak di mana perusahaan asuransi memberikan pembayaran secara berkala sebagai imbalan premi yang telah Anda bayar. Contohnya adalah bunga yang diterima dari obligasi atau dividen tunai dari suatu saham preferen.
Ada dua jenis anuitas:
1.    Anuitas biasa (ordinary) adalah anuitas yang pembayaran atau penerimaannya terjadi pada akhir periode
2.    Anuitas jatuh tempo (due) adalah anuitas yang pembayaran atau penerimaannya dilakukan di awal periode.
3.     Pinjaman yang Diamortisasi
Salah satu penerapan penting dari bunga majemuk adalah pinjaman yang dibayarkan secara – dicicil selama waktu tertentu. Termasuk di dalamnya adalah kredit mobil, kredit kepemilikan rumah, kredit pendidikan, dan pinjaman-pinjaman bisnis lainnya selain pinjaman jangka waktu sangat pendek dan obligasi jangka panjang. Jika suatu pinjaman akan dibayarkan dalam periode yang sama panjangnya (bulanan, kuartalan, atau tahunan), maka pinjaman ini disebut juga sebagai pinjaman yang diamortisasi (amortized loan).

NAMBANG MODAL CEKAK

Tekad pemerintah merealisasikan program hilirisasi tambang mineral ternyata tidak mudah. Niat mulia itu menuai protes dari kalangan pelaku usaha pertambangan. Protes dilayangkan lantaran program hilirisasi dengan kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) serta larangan ekspor bahan mentah (raw material) mineral dirasakan akan mematikan usaha pertambangan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tambang pun tak bisa dihindari.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) telah mengamanatkan semua hasil tambang mineral mentah dilarang diekspor dan harus diolah di dalam negeri mulai tahun ini. Dengan dukungan DPR, pemerintah memberlakukan larangan ekspor mineral mentah terhitung sejak 12 Januari 2014.
Pelaksanaan UU Minerba ini didukung oleh tiga peraturan di bawahnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, serta Peraturan Menteri Keuangan No 6/PMK.011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Pengolahan bahan mentah mineral diyakini akan meningkatkan nilai tambah, sehingga bakal mendongkrak nilai ekspor nasional dari sektor tambang dalam beberapa tahun mendatang. Program tersebut juga diyakini bakal memacu aliran investasi dalam jumlah besar pada industri hilir mineral di Indonesia. Sebagai contoh, untuk membangun smelter tembaga dengan kapasitas 300.000 ton per tahun dibutuhkan investasi US$ 2,2 miliar.
Data Kementerian ESDM mencatat sebanyak 253 perusahaan pertambangan sudah meneken pakta integritas untuk membangun smelter. Dari jumlah itu, sebanyak 66 perusahaan masuk kelompok yang serius membangun smelter. Perinciannya, sebanyak 25 perusahaan sudah menyelesaikan konstruksi akhir, 10 perusahaan dalam tahap pertengahan konstruksi, 15 perusahaan sudah peletakan batu pertama dan awal konstruksi, serta 16 perusahaan sudah menyelesaikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Setiap perusahaan yang akan membangun smelter diwajibkan melaporkan rencana bisnisnya, waktu pelaksanaan pembangunan smelter, kapasitas serta kapan bisa mulai beroperasi. Perusahaan tersebut juga harus menjaminkan sejumlah uang untuk menunjukkan kesungguhan. Jaminan uang tersebut dalam bentuk dolar AS dan disimpan di bank negara. Besaran uang jaminan 5 persen dari total investasi membangun smelter. Keseriusan membangun smelter menjadi syarat yang harus dipenuhi bagi perusahaan tambang jika ingin tetap mengantongi izin ekspor.
Sementara itu, pemberlakuan larangan ekspor tambang mineral mentah memiliki dampak bagi perekonomian nasional. Untuk tahun ini, larangan ini diperkirakan menghilangkan potensi ekspor sebesar US$ 4 miliar dan mendorong defisit pada neraca perdagangan barang mineral menjadi US$ 10 miliar.
Namun kebijakan ini akan meningkatkan kinerja ekspor mineral olahan dari saat ini US$ 4,9 miliar menjadi sekitar US$ 9 miliar pada tahun depan. Pascapemberlakuan larangan ekspor itu, pada 2014-2015 negara tidak mendapatkan devisa dari ekspor mineral. Namun, ekspor mineral produk jadi diharapkan menghasilkan devisa pada 2016 ketika sejumlah pabrik smelter sudah bisa beroperasi.
Di tengah harapan dan proyeksi angka-angka tersebut di atas, penerapan aturan turunan UU Minerba sudah menuai protes. Sejumlah asosiasi pertambangan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaudit seluruh peraturan yang dibuat pemerintah dalam menjalankan amanat UU Minerba. Bersamaan dengan pengajuan permintaan audit tersebut, asosiasi tambang ini juga mundur dari Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi Kadin Indonesia.
Asosiasi pertambangan menilai bea keluar (BK) ekspor tambang mineral sebesar 20-25 persen pada awal tahun ini dan akan terus meningkat menjadi 60 persen mulai pertengahan 2016 malah akan membuat industri pertambangan "mati" akibat margin yang terjun bebas hingga menjadi tujuh persen. Akibat selanjutnya, banyak perusahaan tambang yang gulung tikar dan pada akhirnya terjadi gelombang PHK. Saat ini saja, asosiasi tambang mencatat sebanyak 750.000 pekerja tambang sudah menganggur akibat pelarangan ekspor bijih mineral serta pengenaan bea keluar mineral secara progresif.
Kita mendukung kebijakan hilirisasi tambang mengingat kebijakan ini akan meningkatkan nilai tambah mineral. Dengan kebijakan ini, Indonesia tidak lagi disebut sebagai negara pengekspor tanah dan air karena mineral yang diekspor sudah memiliki kadar yang sangat tinggi. Namun, di sisi lain, kita juga mengingatkan pemerintah agar mencarikan jalan keluar bagi industri tambang.
Pemerintah harus memberikan dukungan sepenuhnya bagi terlaksananya hilirisasi tambang dan mampu mengeliminasi dampak dari penerapan program ini. Pemerintah mesti menyiapkan sejumlah infrastruktur untuk mendukung program pembangunan smelter, termasuk pasokan energinya. Pemerintah harus mewajibkan perusahaan negara PT PLN (Persero) untuk menyediakan pasokan listrik.
Pemerintah bisa juga menerapkan skema mengundang investor membangun pembangkit listrik untuk mendukung operasional smelter. Dalam skema ini, pemerintah memberi jaminan kepada investor bahwa kelebihan produksi listrik dari pembangkit listrik tersebut akan dibeli oleh PLN (Persero), selain untuk mengoperasikan smelter.
Dukungan pemerintah juga diperlukan dalam bentuk insentif. Misalnya memberikan insentif fiskal bagi investor yang mau membangun industri smelter dan infrastrukturnya, termasuk pembangkit listrik. Insenstif fiskal sangat dibutuhkan mengingat nilai investasi yang digelontorkan untuk membangun smelter tidak sedikit.